Menantu Pahlawan Negara by Sarjana - Chatper 318
Bab 318 Pergi Meminta Maaf
Ardika tahu isi pikiran Ridwan.
Sekarang Ridwan mempertaruhkan masa depan kariernya, bahkan nyawa seluruh anggota
keluarganya pada
Ardika.
Alasannya sangat jelas, yaitu karena Ardika adalah Dewa Perang.
novelbin
Di mata Ridwan, dengan menjalin relasi dengan Ardika, tidak hanya dirinya sendiri, nasib seluruh
keluarganya
juga akan berubah.
Karena itulah, dia selalu mengusahakan yang terbaik untuk membantu Ardika.
Begitu Luna ditangkap, bukan Ardika yang menelepon Ridwan untuk meminta bantuannya, melainkan
Ridwan sendiri yang berinisiatif menelepon Ardika dan mengatakan bahwa dia akan mencari cara
untuk
mengeluarkan Luna.
Namun, bagaimana mungkin Tina bisa memercayai hal seperti itu?
Bahkan Desi dan yang lainnya juga tidak percaya. Mereka beranggapan Ardika sedang membual.
Ardika juga malas memberi penjelasan. Kebetulan pada saat ini Jesika meneleponnya. Jadi, dia
langsung berjalan keluar dengan membawa ponselnya.
“Ada apa?” tanya Ardika begitu menjawab panggilan telepon itu.
Jesika berkata, “Pak Ardika, bukti–bukti pelanggaran hukum dan peraturan selama Kresna dan yang
lainnya menjabat sebagai petinggi Bank Banyuli sudah kuselidiki dengan jelas. Apa yang harus
kulakukan selanjutnya?”
Setelah dirinya direkrut sebagai direktur Bank Banyuli oleh Ridwan, dia menyadari bahwa Kresna dan
yang lainnya tidak akan menyerah begitu saja. Karena itulah, dia melakukan penyelidikan terhadap
Kresna dan yang lainnya.
Siapa sangka, beberapa orang itu cari mati sendiri dengan berinisiatif mencelakai Luna. Tentu saja dia
tidak akan membiarkan mereka begitu saja.
“Apa masih perlu kamu tanyakan lagi? Kamu langsung bawa saja bukti–bukti itu ke kediaman wali
kota, meminta mereka untuk melakukan penangkapan dan menjatuhi vonis kepada orang–orang
nggak tahu diri itu,
kata Ardika dengan kesal.
Sekretaris cantik yang satu ini benar–benar bisa diandalkan. Tanpa perlu instruksi darinya, wanita itu
sudah bisa mempersiapkan segalanya terlebih dahulu.
Hanya saja, wanita itu terlalu memedulikan pendapatnya. Baik hal–hal besar maupun hal–hal kecil
selalu meminta pendapatnya terlebih dahulu.
Sebenarnya, tingkat kecerdasan Jesika jelas–jelas sangat tinggi. Sering kali dia sudah bisa memahami
pemikiran Ardika tanpa perlu bertanya.
“Baik, Pak Ardika.”
Ardika menyimpan ponselnya, lalu berjalan kembali ke dalam vila.
Tina sudah mengucapkan beberapa patah kata buruk tentangnya. Saat ini, wanita itu mulai mencari
masalah dengannya lagi. “Ardika, Kresna dan yang lainnya adalah anjing tiga keluarga besar. Apa
kamu pikir hanya dengan kesaksian dari Claudia, maka Luna sudah bisa terbebas dari tuntutan?”
“Kalau begitu, apa Idemu?” tanya Ardika dengan santal.
Tina berkata. “Aku bisa bernegosiasi secara pribadi dengan mereka dan menjanjikan sedikit
keuntungan untuk mereka. Setelah mencapal kesepakatan bersama, aku akan meminta mereka untuk
mencabut tuntutan. Mereka pasti akan mempertimbangkan aku. Hanya saja, saat itu tiba, kamu harus
meminta maaf kepada mereka. Lagi pula, slapa suruh kamu memukul mereka?”
“Meminta maaf kepada mereka?”
Sorot mata Ardika berubah menjadi dingin. “Kamu memintaku untuk meminta maaf kepada orang–
orang yang sudah berniat buruk pada Istriku? Tina, kamu anggap aku ini apa?!”
Saat berada di Hotel Puritama, dia sudah mengetahui dengan jelas maksud Kresna dan yang lainnya.
Untung saja, dia tiba tepat waktu. Kalau tidak, beberapa bajingan itu pasti sudah berhasil menjalankan
rencana mereka.
Kalau bukan karena tidak ingin membunuh orang di hadapan Luna, sekarang Kresna dan yang lainnya
pasti sudah tinggal abu.
Luna adalah orang yang paling penting dalam hidupnya. Slapa yang berani menyentuh istrinya, maka
sama saja dengan cari mati!
Melihat sorot mata dingin pria di hadapannya, Tina sangat terkejut. Setelah menenangkan dirinya, dia
berkata, “Aku tahu ini adalah bentuk penghinaan bagimu. Tapi, Inilah kenyataan. Bagaimanapun juga,
Kresna adalah kepala Bank Banyuli, bukan rakyat Jelata yang nggak punya kekuasaan.”
“Bagi orang seperti Kresna, harga diri lebih penting dibandingkan apa pun. Kalau kamu nggak meminta
maaf, mereka juga nggak bisa melakukan apa–apa pada pengidap gangguan jiwa sepertimu. Tapi,
mereka akan
terus mengincar Luna.”
Ini adalah kenyataan yang menyedihkan.
Setelah mendengar ucapan Tina, Desi juga merasa agak ketakutan.
Dia buru–buru berkata, “Kalau begitu, kita putuskan seperti ini saja. Tina akan menjadi penengah,
sedangkan Ardika pergi meminta maaf!”
“Ardika, kamu nggak perlu memikirkan tentang harga diri lagi, siapa suruh kamu nggak punya
kemampuan dan nggak bisa melindungi Luna? Dla nggak mempermasalahkan kamu adalah pengidap
gangguan jiwa, bersedia menikah denganmu dan sangat baik padamu. Memangnya kenapa kalau
kamu pergi meminta maaf
demi dia?!”